Breaking News

Puisi

Gadget

Cerpen

Business

Sabtu, 22 Februari 2014

Back to True Love

Cahaya rembulan yang bersinar diantara bintang-bintang kecil nan gemerlap, membuat suasana tenang akan kesunyian malam waktu itu. Deru angin yang menghembuskan dedauan kering terdengar memecah kesunyian. Cahaya lampu dari rumah ke rumah sekejap hilang ditelan malam. Tapi ada satu cahaya lampu yang masih menyala dari sebuah kamar yang ditempati gadis manis yang sedang merenung saat itu. ‘Dera’ panggilan gadis manis ini. Sunyinya malam itu, membuat Dera merenung tentang perjalanan cintanya. Suatu kejanggalan yang selalu Dera rasakan, tapi tak tau apa kejanggalan itu.
Pagi yang cerah dengan hangatnya sinar matahari mengiringi perjalanan Dera ke sekolah. Kicauan burung terdengar merdu saling bersautan satu sama lain. Suara merdu itupun seketika hilang saat Dera memasuki pintu gerbang sekolahnya. Dengan langkah yang bersemangat, Dera berjalan menyusuri lorong menuju kelasnya. Senyum kecil dari gadis manis ini terlintas saat seorang laki-laki berbadan tinggi berjalan disampingnya yang ternyata pacarnya, Rendy. “Pagi manis” sapa laki-laki itu. “Eh, kamu. Pagi” balas Dera sambil tersenyum senang. Setiap langkah mereka rasakan kebersamaanya hingga akhirnya mereka harus ke kelas masing-masing.
Sepulang sekolah seperti biasa, Rendy menuju kelas Dera. “Ayo pulang bareng” ajak Rendy sambil menggandeng tangan Dera. “Sebentar ya, aku masih ada kerja kelompok. Gimana?” jawab Dera sedih. “Aku tungguin kamu” kata Rendy santai sambil tersenyum pada Dera. “iyah deh” balas Dera senang. Akhirnya Dera meninggalkan Rendy sendiri duduk di depan kelasnya. “wah.. ditungguin Rendy ya sampai kerja kelompoknya kelar? Enak ya. Bikin ngiri” kata Maya. “hehe.. iya nih, mending langsung dimulai aja. Biar cepet selesai. Rendynya ngga nunggu kelamaan.” Sahut Dera sambil mengambil buku dalam tasnya. Tak lama kemudian, pekerjaannyapun selesai, Dera bergegas ke depan kelas menemui Rendy dan mengajaknya pulang. Rendy tersenyum kecil melihat Dera keluar membawa beberapa lembar kertas. “Kita pulang yah, maaf bikin nunggu lama” Kata Dera sedih. “Ngga apa kok, ga lama.” Jawab Rendy menenangkan Dera.
Perjalanan pulang pun tak lama hingga akhirnya sampai di depan rumah Dera. “sayang, maaf ya. Mungkin kita ga bisa sms.an. hapeku hilang. Maaf baru bilang kamu? Ga apa kan?” kata Rendy sedih. “kobisa sih? Iyah deh ga apa. Tapi tetep ketemu kan?” jawab Dera kecewa. “iya sayang, tetep.” Rendy akhirnya menenangkan Dera dan kemudian pulang.
Esok harinya sepulang sekolah, Dera mencari-cari Rendy di depan kelasnya. Tak biasanya Rendy meninggalkan Dera begitu saja tanpa mengabarinya dulu. Tapi, sejenak kemudian Dera sadar. Rendy tak bisa berkomunikasi lewat hape. Derapun kecewa dan memutuskan untuk pulang. Di rumah pun Dera tak bisa tenang, akhirnya air mata membasahi pipinya. Suasana yang berbeda untuk Dera saat ini, memulainya dengan tenang meskipun hanya bisa berkomunikasi dengan Rendy sepulang sekolah. Dera selalu menanti-nanti untuk bertemu Rendy, seusai bel pulang berbunyi, Dera segera mengambil tasnya dan berlari keluar. Tapi, sudah beberapa menit, laki-laki berbadan tinggi yang dinanti-nanti Dera tak kunjung datang, hingga akhirnya sekeliling kelas sudah sepi. Begitu seterusnya hingga seminggu. Tak ada kabar, dan tak ada pertemuan.
Dalam seminggu itu, setiap malam Dera menangis. Ada prasaan kecewa,  sedih, dan marah. Tapi Dera bingung untuk berbuat apa, hanya menangis dan menanti yang bisa dia lakukan. Sampai akhirnya, dengan rasa yang biasa-biasa saja Dera keluar dari kelasnya. Dia disambut dengan laki-laki yang selalu dia nanti. Rasa senang itu kembali hadir, senyum kecil itupun muncul seketika. Tapi, tak lama kemudian, senyum itu menghilang, dan titik-titik air mata turun membasahi pipi. Hati yang tadinya merasa tenang dan damai, sekarang terasa seperti dicabik-cabik. Sakit! Pedih! Itulah yang Dera rasakan. Rendy mengiginkan hubungan mereka berakhir di sini. Rendy tak ingin Dera semakin sakit karna kelakuannya yang jarang untuk bisa berkomunikasi. Rendy memilih kesibukannya dibandingkan Dera. Memilih dunianya sendiri daripada cintanya. Tapi, di sisi lain, Dera sadar. Dia tidak bisa mementingkan egonya dan Rendy juga punya hak tersendiri.
Hari berikutnya, Dera menjalaninya dengan tegar. Berusaha sekuat tenaga untuk tetap sabar dan tak sedih. Tapi, setiap malam Dera selalu menangis selalu teringat Rendy. Suasana yang berbeda kini hadir lebih nyata. Suasana tanpa seseorang yang disayangnya, sendiri dalam keseharian yang menjenuhkan. “Mungkinkah aku bisa melewatinya?” tanya Dera pada dirinya sendiri sambil melihat bintang-bintang kecil yang menemani keseharian Dera tiap malam.
Lama kelamaan Dera terbiasa dengan kesendiriannya, meskipun seringkali Dera teringat akan Rendy. Dera hanya bisa tersenyum kecil ketika berpapasan dengan Rendy. Seminggu lagi, Dera mungkin tak akan bertemu Rendy lagi, karena Rendy akan meninggalkan sekolah tersebut dan melanjutkan kuliah. Dera tentunya ingin bertemu Rendy untuk terakhir kalinya sebelum Rendy jauh meninggalkan Dera. Tapi kapan? Entalah.
Saat acara wisudanya Rendy diadakan, Dera jatuh sakit. Dia hanya bisa menangis dan berharap bisa datang untuk menemui Rendy. Ingin rasanya berlari hanya karna itu pertemuan terakhir. Tapi tidak mungkin bisa. Badan Dera terasa lemas untuk bergerak. Hanya pusing yang bisa dirasakan, dan kekhawatiran kehilangan Rendy.
Hari-hari berlalu, sepi yang dirasa. Tanpa ada sosok laki-laki yang dia sayang hadir di depannya. Dera rindu akan sapaannya dan semua tentang Rendy. Hanya berusaha tenang dan selalu berpikir positif setiap hari. Lama-kelamaan Dera akan terbiasa, dan masih seperti dulu menjadi Dera yang murah senyum pada semua orang.
Beberapa haripun berlalu, kini Dera sudah terbiasa. Tetap menjadi Dera yang dulu, yang selalu tersenyum. Saat pulang sekolah, Dera memutuskan untuk duduk di bawah sebuah pohon dan kembali memandangi kamera yang dibawanya. Rendy! Foto itulah yang selalu dipandang Dera. Air mata yang dari tadi ingin keluar, akhirnya membasahi pipinya. “Dera” terdengar seseorang memanggil Dera dari belakang. Segera Dera mengusap air matanya dan mematikan kamera. Betapa kagetnya ketika Dera berpaling melihat seseorang yang memanggil namanya tadi. “Rendy? Kenapa di sini?” Tanya Dera kaget sekaligus bahagia. “Ada yang ingin aku bicarakan. Aku dari tadi mencarimu, aku kira sudah pulang.” Jawab Rendy senang. “silahkan” kata Dera singkat. “Maaf untuk selama ini, aku masih sayang kamu dan selalu memikirkanmu. Aku pengen kita balik.” Jelas Rendy sambil tersenyum. Seketika mendengar itu, Dera langsung menangis dan tersenyum. Memandang mata Rendy cukup lama. Betapa bahagianya saat-saat terakhir itu. Dera pun akhirnya mengangguk.


Febi Cesa IX IPA-3

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Harap memberi komentar yang sopan

Designed By