Cahaya rembulan yang
bersinar diantara bintang-bintang kecil nan gemerlap, membuat suasana tenang
akan kesunyian malam waktu itu. Deru angin yang menghembuskan dedauan kering
terdengar memecah kesunyian. Cahaya lampu dari rumah ke rumah sekejap hilang
ditelan malam. Tapi ada satu cahaya lampu yang masih menyala dari sebuah kamar
yang ditempati gadis manis yang sedang merenung saat itu. ‘Dera’ panggilan
gadis manis ini. Sunyinya malam itu, membuat Dera merenung tentang perjalanan
cintanya. Suatu kejanggalan yang selalu Dera rasakan, tapi tak tau apa
kejanggalan itu.
Pagi yang cerah dengan
hangatnya sinar matahari mengiringi perjalanan Dera ke sekolah. Kicauan burung
terdengar merdu saling bersautan satu sama lain. Suara merdu itupun seketika
hilang saat Dera memasuki pintu gerbang sekolahnya. Dengan langkah yang
bersemangat, Dera berjalan menyusuri lorong menuju kelasnya. Senyum kecil dari
gadis manis ini terlintas saat seorang laki-laki berbadan tinggi berjalan
disampingnya yang ternyata pacarnya, Rendy. “Pagi manis” sapa laki-laki itu.
“Eh, kamu. Pagi” balas Dera sambil tersenyum senang. Setiap langkah mereka
rasakan kebersamaanya hingga akhirnya mereka harus ke kelas masing-masing.
Sepulang sekolah
seperti biasa, Rendy menuju kelas Dera. “Ayo pulang bareng” ajak Rendy sambil
menggandeng tangan Dera. “Sebentar ya, aku masih ada kerja kelompok. Gimana?”
jawab Dera sedih. “Aku tungguin kamu” kata Rendy santai sambil tersenyum pada
Dera. “iyah deh” balas Dera senang. Akhirnya Dera meninggalkan Rendy sendiri
duduk di depan kelasnya. “wah.. ditungguin Rendy ya sampai kerja kelompoknya
kelar? Enak ya. Bikin ngiri” kata Maya. “hehe.. iya nih, mending langsung
dimulai aja. Biar cepet selesai. Rendynya ngga nunggu kelamaan.” Sahut Dera
sambil mengambil buku dalam tasnya. Tak lama kemudian, pekerjaannyapun selesai,
Dera bergegas ke depan kelas menemui Rendy dan mengajaknya pulang. Rendy
tersenyum kecil melihat Dera keluar membawa beberapa lembar kertas. “Kita
pulang yah, maaf bikin nunggu lama” Kata Dera sedih. “Ngga apa kok, ga lama.”
Jawab Rendy menenangkan Dera.
Perjalanan pulang pun
tak lama hingga akhirnya sampai di depan rumah Dera. “sayang, maaf ya. Mungkin
kita ga bisa sms.an. hapeku hilang. Maaf baru bilang kamu? Ga apa kan?” kata
Rendy sedih. “kobisa sih? Iyah deh ga apa. Tapi tetep ketemu kan?” jawab Dera
kecewa. “iya sayang, tetep.” Rendy akhirnya menenangkan Dera dan kemudian
pulang.
Esok harinya sepulang
sekolah, Dera mencari-cari Rendy di depan kelasnya. Tak biasanya Rendy
meninggalkan Dera begitu saja tanpa mengabarinya dulu. Tapi, sejenak kemudian
Dera sadar. Rendy tak bisa berkomunikasi lewat hape. Derapun kecewa dan
memutuskan untuk pulang. Di rumah pun Dera tak bisa tenang, akhirnya air mata
membasahi pipinya. Suasana yang berbeda untuk Dera saat ini, memulainya dengan
tenang meskipun hanya bisa berkomunikasi dengan Rendy sepulang sekolah. Dera
selalu menanti-nanti untuk bertemu Rendy, seusai bel pulang berbunyi, Dera
segera mengambil tasnya dan berlari keluar. Tapi, sudah beberapa menit,
laki-laki berbadan tinggi yang dinanti-nanti Dera tak kunjung datang, hingga
akhirnya sekeliling kelas sudah sepi. Begitu seterusnya hingga seminggu. Tak
ada kabar, dan tak ada pertemuan.
Dalam seminggu itu,
setiap malam Dera menangis. Ada prasaan kecewa,
sedih, dan marah. Tapi Dera bingung untuk berbuat apa, hanya menangis
dan menanti yang bisa dia lakukan. Sampai akhirnya, dengan rasa yang
biasa-biasa saja Dera keluar dari kelasnya. Dia disambut dengan laki-laki yang
selalu dia nanti. Rasa senang itu kembali hadir, senyum kecil itupun muncul
seketika. Tapi, tak lama kemudian, senyum itu menghilang, dan titik-titik air
mata turun membasahi pipi. Hati yang tadinya merasa tenang dan damai, sekarang
terasa seperti dicabik-cabik. Sakit! Pedih! Itulah yang Dera rasakan. Rendy
mengiginkan hubungan mereka berakhir di sini. Rendy tak ingin Dera semakin
sakit karna kelakuannya yang jarang untuk bisa berkomunikasi. Rendy memilih
kesibukannya dibandingkan Dera. Memilih dunianya sendiri daripada cintanya.
Tapi, di sisi lain, Dera sadar. Dia tidak bisa mementingkan egonya dan Rendy
juga punya hak tersendiri.
Hari berikutnya, Dera
menjalaninya dengan tegar. Berusaha sekuat tenaga untuk tetap sabar dan tak
sedih. Tapi, setiap malam Dera selalu menangis selalu teringat Rendy. Suasana
yang berbeda kini hadir lebih nyata. Suasana tanpa seseorang yang disayangnya,
sendiri dalam keseharian yang menjenuhkan. “Mungkinkah aku bisa melewatinya?”
tanya Dera pada dirinya sendiri sambil melihat bintang-bintang kecil yang
menemani keseharian Dera tiap malam.
Lama kelamaan Dera
terbiasa dengan kesendiriannya, meskipun seringkali Dera teringat akan Rendy.
Dera hanya bisa tersenyum kecil ketika berpapasan dengan Rendy. Seminggu lagi,
Dera mungkin tak akan bertemu Rendy lagi, karena Rendy akan meninggalkan
sekolah tersebut dan melanjutkan kuliah. Dera tentunya ingin bertemu Rendy
untuk terakhir kalinya sebelum Rendy jauh meninggalkan Dera. Tapi kapan?
Entalah.
Saat acara wisudanya
Rendy diadakan, Dera jatuh sakit. Dia hanya bisa menangis dan berharap bisa
datang untuk menemui Rendy. Ingin rasanya berlari hanya karna itu pertemuan
terakhir. Tapi tidak mungkin bisa. Badan Dera terasa lemas untuk bergerak.
Hanya pusing yang bisa dirasakan, dan kekhawatiran kehilangan Rendy.
Hari-hari berlalu, sepi
yang dirasa. Tanpa ada sosok laki-laki yang dia sayang hadir di depannya. Dera
rindu akan sapaannya dan semua tentang Rendy. Hanya berusaha tenang dan selalu
berpikir positif setiap hari. Lama-kelamaan Dera akan terbiasa, dan masih
seperti dulu menjadi Dera yang murah senyum pada semua orang.
Beberapa haripun
berlalu, kini Dera sudah terbiasa. Tetap menjadi Dera yang dulu, yang selalu tersenyum.
Saat pulang sekolah, Dera memutuskan untuk duduk di bawah sebuah pohon dan
kembali memandangi kamera yang dibawanya. Rendy! Foto itulah yang selalu
dipandang Dera. Air mata yang dari tadi ingin keluar, akhirnya membasahi pipinya.
“Dera” terdengar seseorang memanggil Dera dari belakang. Segera Dera mengusap
air matanya dan mematikan kamera. Betapa kagetnya ketika Dera berpaling melihat
seseorang yang memanggil namanya tadi. “Rendy? Kenapa di sini?” Tanya Dera
kaget sekaligus bahagia. “Ada yang ingin aku bicarakan. Aku dari tadi
mencarimu, aku kira sudah pulang.” Jawab Rendy senang. “silahkan” kata Dera
singkat. “Maaf untuk selama ini, aku masih sayang kamu dan selalu memikirkanmu.
Aku pengen kita balik.” Jelas Rendy sambil tersenyum. Seketika mendengar itu,
Dera langsung menangis dan tersenyum. Memandang mata Rendy cukup lama. Betapa
bahagianya saat-saat terakhir itu. Dera pun akhirnya mengangguk.
Febi Cesa IX IPA-3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Harap memberi komentar yang sopan